ASKEP PENDARAHAN POST PARTUM



ASKEP PERDARAHAN POST PARTUM
            A.    Konsep Dasar Perdarahan Post Partum
1.      Pengertian
Perdarahan post partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih dari traktus genetalia (Palupi Widyastuti, 2001).
Perdarah post partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml/lebih setelah persalinan (Kathyn A. Melson, 1999).
Perdarahan post partum (HPP) adalah perdarahan yang terjadi dalm 24 jam setelah persalinan berlangsung (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
Klasifikasi perdarahan post partum :
a.       Perdarahan post partum primer
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah bayi lahir, disebut sebab perdarahan pasca persalinan dini (early post partum hemorrhage) atau lazim disebut  “ Perdarahan pasca persalinan”.
b.      Perdarahan post partum sekunder
Perdarahan yang terjadi setelah > 24 jam bayi lahir disebut “Perdarahan nifas” (puerperal hemorrhage).

2.      Etiologi
a.       Etiologi HPP primer
1)      Atonia uteri (uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan)
2)      Trauma genital  (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan atau gangguan, misalnya: kelainan yang menggunakan peralatan yang termasuk seksio sesaria, episiotomi, pemotongan “ghisiri”).
3)      Retentio plasenta.
4)      Sisa plasenta dan
5)      Robekan jalan lahir.

b.      Etiologi HPP sekunder
1)      Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
2)      Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi diservik, vagina, kandung kemih, rectum).
3)      Terbukanya luka pada uterus (setelah seksio sesaria atau ruptur uterus)

3.      Faktor resiko
a.       Grande multipara.
b.      Jarak persalinan kurang dari 2 tahun.
c.       Persalinan yang dilakukan dengan tindakan: pertolongan kala uri sebelum waktunnya, pertolongan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa, persalinan dengan narkosa, terapi tokolitik.
d.      Kelahiran sulit atau manual dari plasenta.
e.       Persalinan lama atau di induksi.
f.       Persalinan mendadak atau traumatik.
g.      Penyakit yang diderita (Penyakit jantung,DM ,dan kelainan pembekuan darah).

4.      Patofisiologi
Faktor resiko yang terdiri dari: Grande multipara, jarak persalinan kurang dari 2 tahun, persalinan dengan tindakan: pertolongan dukung, tindakan paksa, dengan narkosa, kelahiran sulit atau manual dari plasenta, penyakit yang diderita (Penyakit jantung, DM dan kelainan pembekuan darah) dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri, trauma genital (perineum, vulva, vagina, servik, atau uterus), retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Pada atonia uterus ditandai dengan uterus tidak berkontraksi dan lembek menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menyebabkan perdarahan. Pada genetalia terjadi robekan atau luka episiotomi, ruptur varikositis, laserasi dinding servik, inversi uterus menyebabkan perdarahan. Pada retensio plasenta ditandai plasenta belum lahir setelah 30 menit. Sisa plasenta ditandai dengan plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan robekan jalan lahir terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir, jika ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi. Tetapi, apabila perdarahan tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi : dehidrasi, hipovolemik, syok hipovolemik, anemia berat, infeksi dan syok septik, sepsis purpuralis, ruptur uterus, kerusakan otak, trombo embolik, emboli paru. Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra uterin, retardasi pertumbuhan intra uteri dan dampak terakhir menimbulkan kematian.



5.      Manifestasi klinik
a.       Atoni uteri
1)      Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2)      Perdarahan segera setelah anak lahir.
b.      Trauma genital
1)      Titik perdarahan terlihat pada perineum, vulva, dan vagina bagian bawah
2)      Titik perdarahan tidak terlihat pada vagina bagian atas, servik dan uterus.
c.       Retensio plasenta
1)      Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
2)      Perdarahan segera setelah anak lahir.
3)      Uterus kontraksi baik.
4)      Tali pusat putus akibat traksi berlebihan.
5)      Inversio uteri akibat tarikan.
6)      Perdarahan lanjutan
d.      Sisa plasenta
1)      Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap.
2)      Perdarahan segera setelah anak lahir.
3)      Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
e.       Robekan jalan lahir
1)      Perdaraha segera setelah anak lahir.
2)      Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.
3)      Uterus kontraksi baik.
4)      Plasenta lengkap.
5)      Pucat ,lemah
f.       Fragmen plasenta
1)      Nyeri tekan perut bawah
2)      Sub involusi uterus
3)      Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan (persalinan sekunder)perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak beraturan) dan berbau jika disertai infeksi
4)      Anemia
5)      Demam
g.      Ruptura uteri

1)      Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan intra abdominal dan atau vaginum)
2)      Nyeri perut berat
3)      Nyeri tekan perut
4)      Denyut nadi ibu cepat

6.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Golongan darah
Rh, golongan ABO, pencocokan silang
b.      Darah lengkap
Hb/Ht menurun, sel darah putih meningkat dan laju endap sedimentasi meningkat
c.       Kultur uterus dan vaginal
Infeksi pasca partum
d.      Koagulasi                      
FDP/FSP meningkat, fibrinogen menurun, masa protombin memanjang karena adanya KID, masa tromboplastin parsial diaktivasi, masa tromboplastin parsial (APTT/PTT)
e.       Sonografi
Menentukan adanya jaringan plasenta tertahan.

7.      Penatalaksanaan
a.       Medis
1)      Pemberian oksitosin 10 IU IV atau ergometrin 0,5mg IV, berikan IM jika IV tidak tersedia.
2)      Lakukan pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan pencocokan silang.
3)      Berikan cairan IV dengan natrium laktat.
4)      Jika terjadi perdarahan yang berlebih, tambahkan 40 IU oksitosin/liter pada infus IV dan aliran sebanyak 40 tetes/ menit
5)      Pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander atau tranfusi darah dan pemberian oksigen
6)      Berikan antibiotik berspektrum luas dengan dosis tinggi
§  Benzilpenisillin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU setiap 6 jam dan gentamisin 100mg stat IM, kemudian 80 mg setiap 8 jam dan metronidazol 400 atau 500 mg secara oral setiap 8 jam.
§  Atau ampisilin  1gram IV diikuti 500 mg secara im setiap 6 jam dan metronidazol 400/500 mg secara oral setiap 8 jam.
§  Atau benzil penisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta setiap 6 jam dan gentamisin 100mg stat IM lalu 80mg setiap 8 jam.
§  Atau benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU IV setiap 8 jam dan kloramfenikol 500 mg secara IV setiap 6 jam.
7)      Jika mungkin, persiapkan pasien untuk pemeriksaan segera dibawah pengaruh anestesi.
b.      Keperawatan
1)      Percepat kontraksi dengan cara melakukan masase pada uterus jika uterus masih dapat teraba.
2)      Kaji kondisi pasien (misalnya kepucatan, tingkat kesadaran) dan perkiraan darah yang keluar.
3)      Ambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan pencocokan silang.
4)      Pasang infus IV sesuai instruksi medis.
5)      Jika pasien mengalami syok pastikan jalan nafas selalu terbuka palingkan wajah kesamping dan berikan oksigen sesuai dengan indikasi sebanyak 6-8 liter/menit melalui masker atau nasal kanul.
6)      Mengeluarkan setiap robekan uterus yang ada dan menjahit ulang jika perlu.
7)      Pantau kondisi pasien dengan cermat. Meliputi TTV, darah yang hilang, kondisi  umum (kepucatan, tingkat kesadaran) asupan kesadaran dan haluaran urine dan melakukan pencatatan yang akurat.
8)      Berikan kenyamanan fisik (posisi yang nyaman) dan hygiene, dukungan emosionil, lakukan instruksi medis dan laporkan setiap perubahan pada dokter.

8.      Komplikasi
a.       Infeksi dan syok septic.
b.      Anemia berat.
c.       Sepsis purpuraris.
d.      Ruptur uterus.
e.       Syok hipovolemik.
f.       Kerusakan otak.
g.      Tromboembolik.
h.      Emboli paru.
i.        Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra uteri, retardasi pertumbuhan intra uteri.
j.        Kematian.

B.    Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Perdarahan Post Partum
1.      Pengkajian
a.       Data Biografi (nama, umur, alamat, pekerjaan, dll)
b.      Riwayat Obstetri/Persalinan yang lalu
1)      Gravida, partus, abortus.
2)      Lamanya gestasi.
3)      Riwayat persalinan : normal, sc, dengan bantuan.
4)      Tipe anestesi dan penyulit.
5)      Banyaknya perdarahan.
6)      BB lahir bayi.
7)      Komplikasi ibu selama kehamilan

c.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit tertentu yang dapat memperberat/menimbulkan komplikasi pada ibu hamil misal: penyakit hipertensi, diabetes, TB paru, dll.
d.      Riwayat Kesehatan Sekarang
1)      Aktifitas/istirahat
-          Kelelahan berlebihan
2)      Sirkulasi
-          Kehilangan darah ± 400-500 ml (kehilangan pervagina), ± 600-800 (kehilangan pada saat sc).
-          Riwayat anemia kronis.
-          Defek koagulasi congenital/insiden.
-          Idiopatik trombositopenia purpura.
3)      Integritas ego
-          cemas, ketakutan, khawatir.
4)      Seksualitas
-          Persalinan lama atau diinduksi, mendadak/traumatic penggunaan frosep anesthesia umum, terapi tokolitik (terapi obat untuk mengurangi motilitas uterus).
-          Kelahiran sulit atau manual dari plasenta.
-          Kelahiran vagina setelah sesaria (VABC).
-          Pemeriksaan plasenta setelah kelahiran menunjukan hilangnya fragmen-fragmen plasenta, robekan/bukti terlilit pembuluh darah.
5)      Penyuluhan /pembelajaran
-          Haemoragi pasca partum sebelumnya
-          Hipertensi diinduksi oleh kehamilan
-          Uterin atau tumor servikal
-          Grand multipara
-          Menerima aspirin terus menerus/berlebihan

Menurut waktunya HPP dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Haemoragi pasca partum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran). Dimana dapat tanda-tanda sebagai berikut:
a)      Sirkulasi
§  Perubahan tekanan darah /nadi,
§  Pelambatan pengisian kapiler,
§  Pucat,kulit dingin, lembab,
§  Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara externa atau episiotomi, rembesan kateter intravena, perdarahan gusi (tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata [KID]),
§  Haemoragi berat /gejala syok di luar proporsi jumlah kehilangan darah (inversi uterus)
b)      Eliminasi
§  Kesulitan berkemih dapat menunjukan hematoma dari porsi atas vagina
c)      Nyeri / ketidak nyamanan
§  Sensasi nyeri terbakar / robekan (laserasi),
§  Nyeri vulva/vagina/pelvis punggung berat (hematoma),
§  Nyeri uterus lateral, nyeri panggul, nyeri tekan abdominal (atoni uterin, fragmen plasenta tertahan ) uterin berat dan nyeri abdominal (inversi uterus).
d)     Keamanan
§  Laserasi jalan lahir,
§  Hematoma.
e)      Seksualitas
§  Pembesaran uterus lunak dan menonjol, perdarahan merah terang dari vagina,
§  Uterus kuat, agak menonjol,
§  Kehamilan baru, dapat mempengaruhi over distensi uterus,
§  Abrupsio plasenta, plasenta previa.

2)      Haemoragi pasca partum lambat (24-28 jam setelah kelahiran )
Data-data yang dapat ditemukan antara lain:
a)      Sirkulasi
§  Rembesan kontinu/perdarahan tiba-tiba,
§  Dapat tampak pucat/anemia.
b)      Nyeri / ketidak nyamanan
§  Nyeri tekan uterus (Fragmen plasenta tertahan),
§  Ketidak nyamanan vagina/pelvis, sakit punggung.
c)      Keamanan
§  Rabas lokhial bau busuk,
§  Pecah ketuban dini.
d)     Seksualitas
§  Tinggi fundus /badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan,
§  Leukorea (+),
§  Terlepasnya jaringan.
e.       Pemeriksaan diagnostik
1)      Golongan darah : Rh, golongan ABO, pencocokkan silang
2)      Darah lengkap : Hb/Ht menurun, sel darah putih meningkat laju        sedimentasi meningkat
3)      Kultur uterus dan vagina : Infeksi pasca partum
4)      Koagulasi : FDP/FSP meningkat, fibrinogen menurun, masa protombin memanjang pada adanya KID, masa tromboplastin parsial diaktivasi, masa tromboplastin parsial (APTT/PTT)
5)      Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan vaskuler berlebihan.
b.      Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemia.
c.       Ansietas b.d krisis situasi, ancaman perubahan status keshatan ,respon fisiologis (pelepasan katekolamin).
d.      Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d penggantian berlebihan cepat dari kehilangan cairan, perpindahan cairan intravaskuler.
e.       Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, status cairan tubuh (lokhial) penurunan Hb, prosedur invasive.
f.       Resiko tinggi rasa nyaman nyeri b.d trauma, distensi jaringan.
g.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan b.d kurang informasi.

3.      Rencana Tindakan Keperawatan
a.       Dx.1 Kurangnya volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan
Tujuan          : Ibu menunjukkan volume cairan kembali adekuat
KH               :  -    Pengisian kapiler cepat
-          TTV stabil : TD :110/70 –120/80 mmHg
Nadi :80-100 x/menit
Suhu :36-37 °c
RR :18-20 x/menit
-          Membran mukosa dan kulit lembab
-          Sianosis (-)
-          Volume perfusi /sirkulasi adekuat
-          IO seimbang

Intervensi
1)      Tinjau ulang kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi.
R/: Membantu membuat rencana perawatan yang tepat dan membatasi
tejadinya komplikasi.
2)      Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut.
R/: Perkiraan  kehilang  darah, arterial  versus vena dan adanya bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
3)      Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus
R/: Peningkatan  kontraktilitas  miometrium dapat menurunkan kehila-
ngan darah.
4)      Perhatikan hipotensi /takikardi ,pelambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku,membran mukosa dan bibir .
R/: Tanda-tanda  ini  menunjukan  hipovolemik  dan  terjadinya   syok.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
5)      Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30° dan tubuh horizontal .
R/: Pengubahan   posisi  yang  tepat  meningkatkan  aliran  balik  vena.
Menjamin persediaan darah ke otak dan organ vital lainya lebih besar .
6)      Observasi masukan dan haluaran;perhatikan berat jenis urin.
R/: Bermanfaat   dalam   memperkirakan  luas/signifikansi  kehilangan
cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan haluaran 30-50 ml per jam atau lebih besar.
7)      Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vaginal atau rectal.
R/: Dapat  meningkatkan  haemoragi  bila  raserasi servik, vagina, atau
perineal atau hematoma terjadi.
8)      Kolaborasi
-          Pemberian infus melalui vena .Beriakan darah lengkap atau produk darah (mis:plasma)
R/: Cairan/produk  darah meningkatkan volume sirkulasi dan men-
cegah pembekuan
-          Berikan obat-obatan sesuai indikasi ,oksitosin,metilergononovin naleat,prostaglandin faa
R/: Meningkatkan  kontraktilitas  dari  uterus  yang  menonjol   dan
miometrim, menutup sinus vagina yang terpajan dan menghentikan hemoragi pada adanya atoni.
-          Pemasangan kateter indwelling besar kedalam kanal servikal .
R/: Mengontrol    hemoragi    yang   disebabkan   oleh    implantasi
plasenta kedalam segmen servikal non kontraktil.
-          Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:Hb,Ht
R/: Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah.

b.      Dx.2 Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemi
Tujuan       : Perfusi jaringan kembali adekuat
KH                        :  -     TTV dalam batas normal
TD :120/80 mmHg
RR  : 18-20 x/menit
Suhu: 36-370 C
Nadi :80-100 x/menit
-          AGD normal : pH: 7,35-7,45; PO2 : 80-100 mmHg ; PCO2 : 35-45 mmHg
-          Hb : 12-14 gr % Ht : 35-54 gr %
-          Sianosis (-)
-          Kesadaran kompos mentis
-          Membran mukosa lembab.
Intervensi
1)      Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah
R/: Nilai  banding  membantu dalam menentukan beratnya kehilangan
darah.
2)      Pantau tanda vital :catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
R/: Luasnya  keterlibatan  hipofisis  dapat dihubungkan dengan derajat
dan durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
3)      Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.
R/: Perubahan sensorium adalah indicator dini dari hipoksia.
4)      Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah: perhatikan warna kulit.
R/: Pada  kompensasi  vasokontriksi  dan  pirau  organ  vital,  sirkulasi
pada pembuluh darah perifer diturunkan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
5)      Kaji payudara setiap hari,perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan pada ukuran payudara .
R/: Kerusakan  atau  keterlibatan  hipofisis  anterior menurunkan kadar
proklaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI dan akhirnya menurunkan jaringan payudara.
6)      Kolaborasi
-          Pantau AGD dan kadar pH
R/: Membantu  dalam  mendiagnosa  derajat hipoksia jaringan atau
asidosis yang diakibatkan dari terbentuknya asam laktat dari metabolisme anaerobic.

-          Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
R/: Memaksimalkan  ketersedian  oksigen  untuk  transporsirkulasi
kejaringan.
-          Pasang jalan nafas:penghisap sesuai indikasi
R/: Memudahkan pemberian oksigen.

c.       Dx.3 Ansietas b.d krisis situasi,perubahan status kesehatan, respon fisiologis/pelepasan katekolamin.
Tujuan :Ansietas klien berkurang/hilang.
KH      :  -    Klien tampak rileks
-          Gelisah (-)
-          Cemas (-)
-          TD :120/80 mmHg
-          Nadi:80-100 x/menit
-          RR:18-20 x/menit
Intervensi
1)      Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi post partum.Klarifikasi kesalahan konsep.
R/: Membantu  dalam membentuk rencana perawatan .Persepsi klien
tentang keladian mungkin menyimpang sehingga memperberat ansietasnya.
2)      Evaluasi respon fisiologis pada hemoragi pasca partum; mis: takikardi, takipnea, gelisah atau iritabilitas.
R/: Meskipun  perubahan  pada  tanda  vital  mungkin  karena respon
fisilogis ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis
3)      Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
R/: Dapat   membantu   klien   mempertahankan   kontrol  emosional
dalam berespon terhadap perubahan status fisiologi. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
4)      Berikan informasi tentang modalitas tindakan dan keefektifan intervensi
R/: Informasi  akurat dapat menurunkan ansietas dan ketakutan yang
diakibatkan dari ketidak tahuan.
5)      Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas: berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
R/: Pengungkapan   memberikan   kesempatan   untuk  memperjelas
informasi memperbaiki kesalahan konsep dan meningkatkan perspektif,memudahkan proses pemecahan masalah.
6)      Kolaborasi
-          Rujuk klien/pasangan untuk konseling atau kelompok pendukung komunitas.
R/: membantu    menurunkan    ansietas    melalui    sebaya   atau
dukungan professional dan interaksi.

d.      Dx.4 Resti kelebihan volume cairan b.d penggantian berlebihan/cepat dari kehilangan cairan, perpindahan cairan intra vascular.
Tujuan          : Volume cairan kembali seimabang.
KH                : -    Intake out put seimbang
-          Edema(-)
-          Dispnea (-)
-          Stridor, ronkhi (-)
-          Kesadaran kompos mentis
-          Ht : 35-54 gr %
-          TTV stabil TD : 110/70 – 120/80 mmHg
-          Nadi : 80-100 x/menit
-          Suhu : 36-37 oC
-          RR : 18-20 x/menit

Intervensi:
1)      Pantau adanya peningkatan TD dan nadi perhatikan pernafasan terhadap tanda dispnea, stidor, ronkhi basah atau ronkhi
R/: Bila  penggantian  cairan berlebih ,gejala-gejala kelebihan beban
sirkulasi dan kesulitan pernafasan (mis: edema paru) dapat terjadi.
2)      Pantau frekuensi infus secara manual/elektronik, catat masukan / haluaran, ukur berat jenis urin .
R/: Masukan harus kurang lebih sama dengan haluaran dengan kadar
cairan stabil. Berat jenis urin berubah kebalikan dengan haluaran sehingga bila fungsi ginjal membaik angka berat berat jenis urin menurun dan sebaliknya.
3)      Kaji status neurologis, perhatikan perubahan perilaku dan peningkatan iritabilitas.
R/: Perubahan   perilaku  mungkin  tanda  awal  dari  edema  serebral
karena retensi cairan.
4)      Kolaborasi
-          Pantau kadar Ht
R/: Bila volume plasma membaik, kadar Ht menurun

e.       Dx.5 Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, statis cairan tubuh (ioktisial) penurunan Hb. prosedur invasif.
Tujuan             :Infeksi tidak terjadi
KH      : -     TTV dalam batas normal
-          Suhu:36,5-37oC
-          Nadi 80-100 x/menit
-          Tanda-tanda infeksi: dolor (-), kalor (-), tumor (-), rubor (-), fungsio laesa (-)
-          Leukosit :5000-10000 ul
-          Involusi uterus normal.
Intervensi :
1)      Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri
R/: Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
1)      Perhatikan perubahan pada tanda-tanda vital atau jumlah SDP.
R/: Peningkatan suhu, takhikardi atau leukositosis menandakan infeksi.
2)      Perhatikan gejala malaise, menggigil, anoreksia, nyeri tekan uterus, atau nyeri pelvis.
R/: Gejala-gejala   ini   menandakan   keterlibatan  sistemik,  kemungkinan
menimbulkan bakteremia, syok dan kematian bila tidak teratasi.
2)      Pantau kecepatan involusi uterus dan sifat serta jumlah rabas lokhia.
R/: Infeksi uterus memperlambat involusi dan memperlama aliran lokhia.
3)      Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernafasan (perubahan pada bunyi nafas, batuk produktif, sputum purulen), mastitis (bengkak, eritema, nyeri) atau infeksi saluran kemih (urin keruh, bau busuk, dorongan frekuensi, nyeri)
R/: Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
4)      Kolaborasi
-          Kaji kadar Hb/Ht, berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
R/: Anemia  sering  menyertai  infeksi,  memperlambat pemulihan dan
merusak system imun.
-          Dapatkan pewarnaan gram atau kultur bakteri bila lokhia berbau busuk atau banyak.
R/: Pewarnaan   gram   mengidentifikasi   tipe   infeksi;   kultur  meng-
identifikasi patogen khusus.
-          Berikan antibiotik intra vena, sesuai indikasi
R/: Antibiotik  spectrum  luas  mungkin  diberikan  sampai hasil kultur
dan sensitivitas tersedia.

f.       Dx. 6 Resiko tinggi terhadap nyeri b.d distensi jaringan
Tujuan             :Nyeri klien berkurang atau hilang.
KH      :  -    Klien tampak rileks
-          Skala nyeri berkurang (0-3)
-          Klien tidak tampak menringis
-          TTV :TD=120/80 mmHg
-          N  : 80-100 x/menit
Intervensi :
1)      Tentukan karakteristik, tipe, lokasi dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
R/: Membantu dalam diagnosa dan pemilihan metode tindakan.
2)      Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidak nyamanan.
R/: Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas yang
memperberat persepsi ketidak nyamanan.
3)      Instruksikan klien untuk melakukan tehnik relaksasi; betikan aktivitas hiburan dengan tepat.
R/: Metode  psikologis  dan fisiologis dari kontrol nyeri menurunkan
ansietas dan persepsi ketidak nyamanan klien.
4)      Berikan tindakan kenyamanan, seperti pemberian kompres es pad perineum atau lampu pemanasan pada penyambungan episiotomi.
R/: Kompres    dingin    meminimalkan    edema    dan   menurunkan
hematoma serta sensasi nyeri;panas meningkatakan vasodilatasi, yang memudakan resorpsi hematoma.
5)      Kolaborasi
-          Berikan analgesik,narkotik atau sedatif sesuai indikasi.
R/: Menurunkan nyeri dan ansietas, meningkatkan relaksasi.

g.      Dx. 7 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan b.d kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.
KH                  :  -    Klien   dapat   menjelaskan   kembali  tentang kondisi dan
prognosis   penyakitnya.
-          Klien dpat mengulang kembali pengobata-pengobatan pada penyakitnya.
-          Cemas klien berkurang.
-          Klien dapat mengambil keputusan untuk rencana pengobatan dan tindakan.
Intervensi :
1)      Jelaskan factor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab hemoragi.
R/: Memberikan  informasi untuk membantu.klien atau pasang untuk
memahami dan mengatasi situasi
2)      Kaji tingakat pengetahuan klien atau pasangan kesiapan dan kemampuan untuk belajar. Dengarkan, bicara dengan tenang dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
R/: Berikan  informasi  yang  perlu  untuk  mengembangkan  rencana
perawatan individu. Menurunkan ansietas dan stress, yang dapat menghambat pembelajaran dam memberikan klasifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
3)      Diskusikan implikasi jangka pendek hemoragi pasca partum, seperti pelambatan atau interupsi pada proses kedekatan ibu-bayi.
R/: Menurunkan  ansietas  dan  memberikan  kerangaka  waktu yang
relistis untuk melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
4)      Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat: misal. resiko hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutunya, atoni uterus, atau ketidak mampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histereoktomi dilakukan.
R/: Memungkinkan   klien  untuk  membuat  keputusan  berdasarkan
informasi dan mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.
5)      Intuksikan klien untuk melaporkan kegagalan untuk menyusui, kelelahan, kehilangan rambut pubis atau aksila, amenorea, atrofi genital, proses penuan premature (kaheksia).
R/: Tanda-tanda ini menunjukan sindrom Sheehan, yang terjadi pada
15% yang selamat dari hemoragi pasca partum berat; menybabkan kehilangan fungsi tiroid, adrenokortikal, dan gonad baik parsial maupun total serta memerlukan tindakan jangka panjang dengan estrogen, tiroid atau terapi penggantian kortisol.
6)      Rujuk pada kelompok pendukung bila tepat.
R/: Kelompok - kelompok   spesipik,   sepert   kelompok  pendukung
histereoktomi, dapat memberikan infomasi terus menerus untuk memudahkan adaptasi positif.

4.      Imlpememtasi keperawatan
Melakukan semua tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan prioritas masalah dan kondisi pasien.
 
5.      Evaluasi
a.       Volume cairan kembali adekuat.
b.      Perfusi jaringan adekuat.
c.       Cemas berkuarang atau hilang.
d.      Volume cairan seimbang.
e.       Infeksi tidak terjadi.
f.       Nyeri berkurang atau hilang.
g.      Pengetahuan klien bertambah.


















Tempat Asuhan Keperawatan dan Materi Kuliah Keperawatan

ASKEP NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM

Label: Perkuliahan
ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM

A. Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum). Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.

B. Klasifikasi perdarahan.
• Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.
• Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.



C. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
• Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
• Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

D. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
1. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2. Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.

E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

F. Gambaran klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek
• Perdarahan segera setelah bayi lahir • Syok
• Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar • Atonia uteri
• Darah segar mengalir segera setelah anak lahir
• Uterus berkontraksi dan keras
• Plasenta lengkap • Pucat
• Lemah
• Mengigil • Robekan jalan lahir
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit
• Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras • Tali pusat putus
• Inversio uteri
• Perdarahan lanjutan • Retensio plasenta
• Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
• Perdarahan segera • Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang • Tertinggalnya sebagian plasenta
• Uterus tidak teraba
• Lumen vagina terisi massa • Neurogenik syok, pucat dan limbung • Inversio uteri


G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
 Kenali dan tegakan kerja atonia uteriv
 Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,v lakukan pengurutan uterus
 Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahirv
 Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :v
v Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
 Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
v Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.



b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.v
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.v
v Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
 Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.v
 Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.v
 Lakukan transfusi darah bila diperlukan.v
 Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).v

c. Plasenta inkaserata
 Tentukan diagnosis kerjav
v Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
 Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.v
 Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.v
 Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulumv
 Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.v
v Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
 Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateralv
 Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.v

d. Ruptur uteri
 Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomiv
v Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
 Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterusv
 Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomiv
 Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomenv
 Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.v

e. Sisa plasenta
 Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkanv
 Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosisv
v Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
 Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahanv
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptikv
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserapv
 Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distalv
 Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :v
 Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekanv
v Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.v
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikulerv
 Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.v

g. Robekan serviks
v Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
v Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
 Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehinggav perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
 Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakanv
 Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksiv
 Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darahv

H. Pengkajian
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
 Tanda vital :v
• Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
• Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
• Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
• Suhu : Normal/ meningkat
• Kesadaran : Normal / turun
 Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusiv
 Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjangv
 Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )v
 Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurangv

I. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi b/d perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.

J. Rencana tindakan keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
2. Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4. Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
6. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
7. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular
8. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
9. Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
10. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4. Tindakan kolaborasi :
 Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )v
 Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ).v

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
6. Tindakan kolaborasi
• Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
• Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).

5.Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran
dan tanda-tanda dalam batas normal)
Rencana tindakan :
1. Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi. R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock - Pemberian koagulantia dan uterotonika R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.

K. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
• Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
• Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
• Gas darah dalam batas normal
• Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
• Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
• Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
• Klien tidak merasa nyeri
• Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya


DAFTAR PUSTAKA :

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Pholadelpia.

Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.

Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.

Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya

Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.


Komentar